Arti Jihad dalam Islam: Makna, Konteks, dan Implikasinya dalam Masyarakat Global
Jihad adalah salah satu istilah yang seringkali menarik perhatian dan kontroversi di seluruh dunia. Namun, penting untuk memahami bahwa makna dan konteks dari kata ini jauh lebih kompleks daripada yang sering terdengar di media. Dalam Islam, arti jihad memiliki beragam makna dan konsep yang mencakup aspek spiritual, moral, dan fisik.
Arti kata
Secara etimologi, jihad berasal dari bahasa Arab yang berarti “usaha” atau “perjuangan / struggle“. Namun, dalam konteks agama Islam, jihad mengacu pada upaya seorang Muslim untuk meningkatkan keimanan, menegakkan keadilan, dan mempertahankan hak-hak manusia. Lebih dari sekadar konflik fisik, jihad juga mencakup perjuangan batiniah untuk mengatasi hawa nafsu, godaan, dan ketidakadilan.
Dalam Islam, hal ini bisa juga berupa perjuangan internal individu melawan naluri dasar, perjuangan untuk membangun masyarakat Muslim yang baik, atau perang demi keimanan melawan orang-orang kafir.
Baca juga: Sejarah Dan Ilmu Islam
Tangan dan pedang
Salah satu bentuk jihad yang sering kali disebutkan adalah jihad dengan tangan dan pedang, yang mengacu pada pertahanan diri dan pertahanan terhadap penindasan. Namun, bahkan dalam konteks ini, Islam menetapkan batasan dan prinsip yang ketat untuk memastikan bahwa tindakan kekerasan hanya dapat digunakan sebagai tindakan terakhir dan dalam situasi yang benar-benar membutuhkan.
Penting untuk diingat bahwa jihad tidak sama dengan terorisme. Terorisme adalah tindakan kekerasan yang ditujukan untuk menimbulkan ketakutan dan mencelakakan warga sipil, sedangkan jihad dalam Islam diatur oleh norma-norma etika dan hukum yang ketat, dan tidak mengizinkan tindakan semacam itu.
Jihad dengan lidah
Selain jihad dengan tangan dan pedang, ada juga jihad dengan lidah, yaitu memperjuangkan kebenaran dan keadilan melalui dakwah, pendidikan, dan dialog interkultural. Hal ini menekankan pentingnya komunikasi dan pemahaman antarumat beragama untuk menciptakan perdamaian dan harmoni dalam masyarakat.
Dalam esensi, jihad dalam Islam merupakan panggilan untuk berkontribusi positif dalam membangun masyarakat yang adil dan bermartabat. Ini adalah panggilan untuk bertindak dengan integritas, berjuang melawan ketidakadilan, dan membela kebenaran. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan membedakan antara makna sejati dari jihad dalam Islam dan penggunaannya yang disalahartikan atau disalahgunakan oleh sebagian kecil individu atau kelompok ekstremis. Dengan memahami konteks dan konsep sebenarnya dari jihad, kita dapat mempromosikan dialog antaragama, toleransi, dan perdamaian dalam masyarakat global yang semakin terhubung.
Al-Qur’an dan hasutan untuk berperang
Terlepas dari perdebatan teologis-politik, Al-Quran memuat beberapa ayat yang memicu perang, khususnya terhadap kaum musyrik di Arab atau orang-orang kafir pada umumnya8, yang para penafsirnya telah menemukan keadaan wahyu yang spesifik pada zaman tersebut dan pada pertempuran tertentu antara Muhammad dengan kaum Quraisy, berikut adalah beberapa contoh (dalam konteksnya):
Surat 8 ayat 39:
“Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi persekutuan dan agama sepenuhnya milik Allah. Kemudian jika mereka berhenti (mereka akan diampuni karena) Allah memperhatikan apa yang mereka kerjakan. » Terungkap terhadap Quraiche dan Mekah “setelah penganiayaan mereka terhadap mualaf yang harus diasingkan sampai ke Abyssinia”, menurut penafsir Alquran Tabari (839-923), menurut Urwah ibn Zubayr (wafat 713). Faktanya, sebagaimana dibuktikan oleh ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, menurut Kazimirski misalnya.
Surat 8 ayat 59 dan 60:
“Janganlah orang-orang kafir mengira bahwa mereka luput dari Kami. Tidak, mereka tidak akan pernah dapat menghalangi Kami (untuk mengejar mereka kapan pun). » “Dan bersiaplah [untuk berperang] melawan mereka dengan sekuat tenaga dan perlengkapan kavaleri, untuk menakuti musuh Allah dan musuhmu, dan musuh-musuh lain yang tidak kamu kenal selain mereka yang ini kecuali Allah yang mengetahuinya. . Dan apa yang kamu belanjakan di jalan Allah, akan dikembalikan kepadamu secara penuh dan kamu tidak akan dirugikan. » Sejarawan abad pertengahan Tabari melaporkan bahwa penggunaan senjata secara berlebihan dimaksudkan untuk mencegah musuh menyerang umat Islam. Musuh yang disebutkan dalam ayat 59 selalu adalah penduduk Mekah yang mendorong umat Islam mengungsi ke Abisinia dan Madinah.
Surat 9 ayat 5:
“[…] Bunuhlah orang-orang kafir dimanapun kamu menemukan mereka […]”.
Surat 47, ayat 4:
“Apabila kamu bertemu (dalam peperangan) orang-orang kafir, pukullah lehernya. Kemudian, setelah Anda mendominasinya, rantaikan mereka dengan aman. Kemudian bisa berupa pembebasan gratis atau tebusan, sampai perang meringankan bebannya. Demikianlah, jika Allah menghendaki, Dia sendiri yang akan membalas dendam kepada mereka, melainkan untuk menguji kamu satu sama lain. Dan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, niscaya Dia tidak akan menyia-nyiakan amalnya. » Tabari melaporkan menurut Qatada ibn al-Nu’man (w. 742 atau 749) bahwa ayat ini diturunkan kepada Muhammad pada Perang Uhud di perkemahan Muslim, “agar umat Islam tidak melemah dan berhenti dibantai”, karena itu dia menargetkan musuh-musuh yang ada di Uhud pada saat pertempuran13. Sebagaimana dicatat oleh Mohammed Arkoun dalam catatan kaki terjemahan Alquran oleh Albert Kazimirski de Biberstein untuk ayat ini.
Beberapa tafsir jihad menurut orang dahulu
Konsep jihad telah bervariasi dari waktu ke waktu dan, kadang-kadang, penafsirannya yang berturut-turut saling bersaing:
Ali bin Tahir al-Sulami
Pada tahun 1105, Ali ibn Tahir al-Sulami, seorang teolog dari Damaskus, menerbitkan Risalah tentang Jihad (Kitab al-Jihad). Ia percaya bahwa umat Islam harus merespons dengan jihad terhadap serangan-serangan Kristen, khususnya Perang Salib Pertama. Pada abad ke-12, pada masa Nuruddin dan Shalahuddin, jihad mempunyai arti sebuah ekspedisi militer.
Kategori jihad menurut Averroes atau Ibnu Rusyd (1126-1198)
Dalam karyanya Muqaddimah, filsuf Andalusia abad ke-12, teolog Islam dan ahli hukum Muslim Ibn Rusyd (dikenal di Barat sebagai Averroes) mengklasifikasikan jihad ke dalam empat kategori:
jihad hati: perjuangan melawan batin;
yaitu bahasa;
itu dari tangan;
yaitu pedang.
Jihad hati melibatkan “perjuangan untuk memperbaiki diri sendiri atau masyarakat.”
Jihad tangan melibatkan gulat dengan pedang (ǧihādun bi al-sayf). Ibnu Rusyd, sebagai seorang qadi (hakim umat Islam), menulis dalam Bidāyat al-mutahid bahwa ada yang menganggapnya bukan suatu kewajiban, ada pula yang menganggapnya sebagai kewajiban abadi bagi seluruh umat Islam. Namun, mayoritas berpendapat bahwa jihad bersenjata bukanlah kewajiban bagi seluruh umat Islam: hanya tentara yang dibentuk oleh Amîr al-Mu’minîn yang wajib ikut serta dalam perang.
Empat kategori jihad menurut Ibnu Al-Qayyim (1292-1350)
Dalam bukunya Za’ad ul ma’âd, filsuf dan teolog Muslim tradisionalis Ibnu Al-Qayyim menulis bahwa jihad dibagi berdasarkan kategori. Seperti pendekatan teoritis Averroes, juga dalam Ibnu Al-Qayyim, pembagian ini disusun berdasarkan hadits terkenal Muslim ibn al-Hajjaj (821-875) dalam Sahih Muslimnya, yang membahas tentang hadis-hadis kenabian Sunni yang dianggap sehat dan dapat diandalkan.
Ringkasnya, jihad mempunyai empat jalur:
Jihad melawan ego;
itu melawan Setan;
itu terhadap orang-orang kafir;
yang melawan orang-orang munafik.
Pertama-tama, jihad melawan ego memiliki empat tahap:
melawan ego dengan mempelajari jalan kebahagiaan dan agama;
berusaha untuk bertindak sesuai dengan agama dan dalam segala kebenaran setelah mempelajari jihad dengan jiwa;
mengajarkan agama kepada orang-orang yang belum mengetahuinya dan menyerunya melalui jihad intelektual, dalam mengajar;
bersabar menghadapi cobaan kehidupan duniawi.
Kedua, jihad melawan setan mempunyai dua tahap:
melawan keraguan yang diilhami oleh Setan;
Melawan keinginan terlarang dan godaan terlarangnya.
Terakhir, jihad melawan orang-orang kafir dan munafik memiliki empat tahap:
dengan tangan;
dengan lidah;
secara materiil dengan harta bendanya;
hati dan jiwa.
Ibnu Al-Qayyim mengakhiri bab ini dengan menekankan bahwa melawan orang-orang kafir pertarungan dengan tangan lebih diutamakan. Melawan orang-orang munafik, perlawanan terutama dilakukan dengan lidah. Dan mengingat bahwa terhadap orang-orang kafir harus berusaha mencegah kejahatan secara fisik, jika gagal maka harus menggunakan lidah, dan jika tidak mungkin harus berperang dalam hati dan menolaknya sebagai kejahatan. Ini adalah minimum iman.
Implikasi jihad dalam dalam Masyarakat Global
Namun, penting untuk diingat bahwa terorisme bukanlah bentuk jihad yang benar. Terorisme adalah tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menimbulkan ketakutan dan mencelakakan warga sipil, yang bertentangan dengan ajaran Islam yang menghormati martabat kemanusiaan.
Dengan memahami implikasi jihad dalam masyarakat global, kita dapat mempromosikan dialog antaragama, toleransi, dan perdamaian. Ini juga memungkinkan kita untuk membangun jembatan antara budaya dan kepercayaan, menciptakan ruang untuk saling memahami, dan bekerja bersama menuju kesejahteraan bersama.
Jadi, penting untuk melihat jihad dalam Islam sebagai panggilan untuk berkontribusi positif dalam membangun masyarakat yang adil dan bermartabat. Ini adalah panggilan untuk bertindak dengan integritas, berjuang melawan ketidakadilan, dan membela kebenaran dalam masyarakat global yang semakin terhubung.
Sumber bacaan: United Nations Alliance of Civilizations (pdf), BBC, Oxford Academic
Surat AlQuran | Daftar Lengkap dalam Bahasa Arab, Latin dan Terjemahan Indonesia